Bagaimana awa mula terjadinya Bandung Lautan Api?
1. Insiden Perobekan Bendera
Setelah Bung Karno memproklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945,sebenarnya Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Kemerdekaan memang tak mudak diraih. Harus dicapai sedikit demi sedikit melalui perjuangan rakyat yang rela mengorbankan segalanya. Setelah Jepang kalah, tentara Inggris datang untuk melucuti tentara Jepang. Mereka berkomplot dengan Belanda (tentara NICA) dan memperalat Jepang untuk menjajah kembali Indonesia.
Berita pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan dari Jakarta diterima di Bandung melalui Kantor Berita DOMEI pada hari Jumat pagi, 17 Agustus 1945. Esoknya, 18 Agustus 1945, cetakan teks tersebut telah tersebar. Dicetak dengan tinta merah oleh Percetakan Siliwangi. Di Gedung DENIS, Jalan Braga (sekarang Gedung Bank Jabar), terjadi insiden perobekan warna biru bendera Belanda, sehingga warnanya tinggal merah dan putih yang hingga sampai saat menjadi bendera Indonesia. Perobekan dengan bayonet tersebut dilakukan oleh seorang pemuda Indonesia bernama Mohammad Endang Karmas, dibantu oleh Moeljono.
Pada tanggal 27 Agustus 1945, dibentuklah Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang disusul dengan terbentuknya Laskar Wanita Indonesia (LASWI) pada tanggal 12 Oktober 1945. Jumlah anggotanya 300 orang, terdiri dari bagian pasukan tempur, Palang Merah, penyelidikan dan perbekalan.
Keadaan semakin buruk pada tanggal 25 November 1945. Selain menghadapi serangan musuh, rakyat menghadapi banjir besar meluapnya Sungai Cikapundung. Ratusan korban terbawa hanyut dan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal. Keadaan ini dimanfaatkan musuh untuk menyerang rakyat yang tengah menghadapi musibah.
Inggris dan Belanda terus menyerang dan menekan rakyat Indonesia. Tanggal 5 Desember 1945, beberapa pesawat terbang Inggris membom daerah Lengkong Besar. Dan Pada tanggal 21 Desember 1945, Inggris jua menjatuhkan b0m dan rentetan tembakan di Cicadas. Korban pun semakin banyak karena peristiwa itu.
2. Bandoeng Laoetan Api
Ultimatum agar Tentara Republik Indonesia (TRI) meninggalkan kota dan rakyat, melahirkan politik "bumihangus". Rakyat tidak rela musuh memaanfaatkan kota Bandung. Mereka mengungsi ke arah selatan bersama para pejuang. Keputusan untuk membumihanguskan Bandung diambil melalui musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan (MP3) di hadapan semua kekuatan perjuangan, pada tanggal 24 Maret 1946. Komandan Divisi III, Kolonel Abdul Haris Nasution mengumumkan hasil musyawarah tersebut dan memerintahkan rakyat untuk meninggalkan Kota Bandung. Pada hari yang sama, rombongan besar penduduk Bandung mengalir panjang meninggalkan kota.
TRI dan rakyat sengaja membakar Bandung. Hal ini dimaksudkan agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi. Asap hitam mengepul membubung tinggi di udara. Semua listrik mati. Naming Inggris masih saja menyerang sehingga terjadilah pertempuran sengit. Pertempuran yang paling dahsyat terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan kota Bandung, di mana terdapat pabrik mesi'u yang besar milik Sekutu. TRI bermaksud menghan'curkan gudang mesi'u tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meled'akkan gudang tersebut dengan gr4nat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar. Tetapi sayang sekali kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya. Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada jam 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Tetapi api masih membubung membakar kota. Dan Bandung pun berubah menjadi lautan api.
Pembumihangusan Bandung tersebut merupakan tindakan yang tepat, karena kekuatan TRI dan rakyat tidak akan sanggup melawan pihak musuh yang berkekuatan besar. Selanjutnya TRI bersama rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini melahirkan lagu "Halo-Halo Bandung" yang bersemangat membakar daya juang rakyat Indonesia.
Lalu darimana atau dari siapakah julukan Bandung Lautan Api itu berasal? Almarhum Jenderal Besar A.H Nasution teringat saat melakukan pertemuan di Regentsweg (sekarang menjadi Jalan Dewi Sartika), setelah kembali dari pertemuannya dengan Sutan Sjahrir di Jakarta, untuk memutuskan tindakan apa yang akan dilakukan terhadap Kota Bandung setelah menerima ultimatum Inggris.
Kata-kata yang ia ingat adalah:
“jadi saya kembali dari Jakarta, setelah bicara dengan Sjahrir itu. Memang dalam pembicaraan itu du Regentsweg di pertemuan itu, berbicaralah semua orang. Nah, disitu timbull perndapat dari Rukana, Komandan Polisi Militer di Bandung. Dia berpendapat, “Mari kita bikin Bandung Selatan menjadi lautan api. “Yang dia disebut lautan api, tetapi sebenarnya lautan air”.A.H Nasution, 1 Mei 1997
Selain itu muncul pula arti istilah Bandung Lautan Api di harian Suara Merdeka tanggal 26 Maret 1946. Pada saat itu ada Seorang wartawan muda bernama Atje Bastaman, menyaksikan pemandangan pembakaran Bandung dari bukit Gunung Leutik di sekitar Pameungpeuk, Garut. Dari puncak itu Atje Bastaman melihat Bandung yang memerah dari Cicadas sampai dengan Cimindi. Setibanya di Tasikmalaya, Atje Bastaman dengan penuh semangat segera menulis berita dan memberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api. Namun karena kurangnya ruang untuk tulisan judulnya, maka judul berita diperpendek menjadi Bandoeng Laoetan Api.
No comments:
Post a Comment